CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 12 Juli 2013

Mata Kumbang dengan Senyum dari Benang yang Dijahit

“Hai, aku panda. Senang berkenalan... senang melihatmu, lagi.”

Tak pernah berubah, hanya dapat menyapa dalam hati. Bahkan tidak lewat tatapan mata. Kami hanya boneka, tak dapat saling mengenal dan hanya hidup ketika kami digunakan untuk bermain. Tapi bolehkah aku berharap untuk hidup sekali saja? Hanya untuk menyapanya yang selalu terdiam di sudut ruangan?

“Hai Teddy! Ayo kita pergi ke taman!”

Dia pergi, menjadi lebih hidup bersama sang empunya. Dia akan berbicara, tapi tidak denganku. Bolehkah aku berharap untuk pergi bermain bersamanya, sehingga aku dapat berbicara juga kepadanya? Meskipun hal yang kuucapkan bukanlah hal yang sesungguhnya ingin kusampaikan? Karena kami hanya boneka. Apa yang kami ucapkan dan kami lakukan, bergantung pada mereka.

“Hai Teddy? Kau senang tadi di taman?”

Kami tak akan pernah saling menatap, kecuali jika sang empunya bersedia menempatkannya, yang setia ditempatkan di sudut ruangan, sesekali duduk dengan kaku di hadapanku. Aku tak akan membuang waktu, aku akan menyampaikan semuanya. Meskipun hanya melalui tatapan mata. Karena kami hanya boneka, yang selalu bisu dan kaku meskipun sedang tersipu.

Lagi. Ia diam bersandar pada almari di sudut ruangan, menatap lukisan anak anjing yang tersenyum ke arahnya yang kaku. Dan aku hanya dapat berbicara lewat ekor mataku yang tak pernah mendapatkan balasan.

Kami memang selalu bersama, melewati waktu dalam satu ruangan, menatap lewat ekor mata. Tersenyum dengan senyum palsu yang tak pernah pudar. Tapi itu semua hanya dalam jarak pandangan mata. Kami tak pernah saling tersenyum satu sama lain, dengan senyum yang sesungguhnya milik kami sendiri. Kami tak pernah saling menatap satu sama lain, dengan tatapan milik kami sendiri. Segalanya bukan milik kami yang sebenarnya. Karena kami hanya boneka, dengan mata kumbang yang ditempel menggunakan lem dan senyum manis yang dijahit dengan benang.

Bolehkah aku berharap, dapat mendekatinya di sudut ruangan? Mengobrol dengannya, berbagi cerita seperti seorang kakak dan adik yang biasa, saling mengejek dengan canda ringan, saling menyalahkan tapi kemudian membela? Aku ingin menemaninya menatap lukisan anak anjing yang tersenyum di sana, meskipun tak dapat menatap matanya. Aku ingin menjadi tempat dimana ia bisa menyampaikan segala keluh kesahnya, meskipun ketika aku tersenyum padanya, itu hanyalah senyum manis yang palsu dari benang yang dijahit.

0 komentar:

Posting Komentar